Kisah mennyentuh hati *IBU*

12512374_1044873598884230_8644176141708271536_n

Assalamualaikum Wr Wb wilujeng enjing sobat2 semua… Selamat beraktifitas…

💗..Kisah mennyentuh hati..💗

# Jgn anggap remeh kekuasaan Allah SWT

‪#‎Ibu‬ seorang pemuda dirawat di hospital.
وأدخلت للعناية المركزه
‪#‎Ibunya‬ dirawat di ICU.
وفي يوم من الأيام صارحه الأطباء
‪#‎Bbrp‬ hari kemudian doktor berterus terang.
بأن حال والدته ميؤوس منها وأنها في أي لحظة تفارق
‪#‎Keadaan‬ ibumu tiada harapan sembuh dan sewaktu waktu ia akan meninggal dunia
وخرج من عند أمه هائما على وجهه
‪#‎Pemuda‬ itu meninggalkan hospital dgn hati yg sedih mengenang sakit ibunya.
وفي طريق عودته لزيارة والدته
‪#‎Dlm‬ perjalanan utk melawat ibunya sekali lg
وقف في محطة البنزين
#Pemuda itu berhenti di stasiun pengisian bahan bakar ( pom bensin )
وهو ينتظر العامل ليضع البنزين في سيارته
‪#‎Sedang‬ dia menunggu petugas mengisi bensin ke tangki mobilnya
رأى تحت قطعة كرتون قطة قد ولدت قططا صغاراً
‪#‎tanpa‬ sengaja Pemuda itu terpandang seekor kucing bersama anaknya berteduh dibawah kotak
وهم لا يستطيعون المشي
‪#‎Kucing‬ itu kelihatan tak mampu utk berjalan
فتساءل!!!!!
‪#‎Dia‬ termenung sejenak!!!
من يأتي لهم بالطعام وهم في هذه الحال؟
فدخل للبقالة
‪#‎Siapakah‬ yg akan memberi kucing itu makan dlm keadaan begitu, dan pemuda itu masuk semula ke sebuah kedai yg ada di pom bensin tersebut
واشترى تونة
‪#‎Dibelikannya‬ tuna dlm kaleng
وفتح العلبة ووضعها للقطة وانصرف للمستشفى
‪#‎dibuka‬ kannya kaleng tuna itu utk diberi kpd kucing tadi dan meneruskan perjalanannya ke hospital
وعندما قدم للعناية مكان تنويم أمه
‪#‎Ketika‬ ia kembali menghpiri ibu nya dan ia masuk ke ruang ICU
لم يجدها على سريرها فوقع ما في يده
‪#‎Alangkah‬ terperanjatnya dia ternyata ibunya tlh tiada di ruang ICU itu dan tangan nya gemetar
فاسترجع وسأل الممرضة
‪#‎dan‬ bergegas lari utk bertanya kpd perawat yg bertugas
أين فلانة؟
‪#‎Di‬ mana ibuku?
فقالت تحسنت حالتها فأخرجناها للغرفة المجاورة
‪#‎Si‬ perawat itu berkata: ibumu sudah beransur pulih dan kami pindahkannya ke ruang perawatan biasa
فذهب لها
#Pemuda itu terus mendapatkan ibunya
فوجدها قد أفاقت من غيبوبتها
‪#‎Yg‬ ketika itu dlm keadaan ceria
فسلم عليها وسألها
#Dia bersalam dan mencium ibunya sambil bertanya apa terjadi
فقالت أنها رأت وهي مغمى عليها
#Ibunya memberitahu ketika dlm keadaan tidak sadar di ruang ICU
قطة وأولادها رافعين أيديهم يدعون الله لها
#Ibunya melihat kucing dan anak2nya menadah tangan ke arah langit sambil berdoa memohon ibunya disembuhkan dgn segera
فتعجب الشاب
#Pemuda itu terharu mendengar apa yg diceritakan ibunya
فسبحان من وسعت رحمته كل شيء
‪#‎Maka‬ segala Puji bagi Dzat Maha luas Karunia Kasih Sayang yang meliputi segala sesuatu
سبحان الله الصدقةدفعت بلاء بإذن الله
‪#‎Segala‬ puji bagi Allah, sedekah jariah melepaskan kita drp penderitaan, dengan izin Allah
(داووا مرضاكم بالصدقه)
#(Sembuhkan penyakitmu dgn melakukan sedekah))
هذه فقط علبة تونه والرسول صلى الله عليه واله وسلم قال:

# Itu hanya sekaleng kecil tuna.
Rasulullah saw bersabda: (Lindungi diri kamu drp panas api neraka walaupun hanya dgn separuh kurma )
( إتقوا النار ولو بشق تمره)
سبحان الله
‪#‎Subhana‬ Allah
Semoga barbagi cerita ini pun kita di tulis sbagai seorang yg pemurah
حتى لو مشغول إرسلها”

(لاإله إلا الله)
Lailahaillaallah
? “يارب فرج هم من ينشره”
‪#‎Ya‬ Allah! Engkau ringankanlah beban kpd siapa saja yg berbagi kisah ini? …..
Aamiin YRA……..😭😭😭😭

Nasehatmu, Bukti Cintamu Pada Saudaramu

12240140_973235812714676_2314502757353616507_n

 

Nasehatmu, Bukti Cintamu Pada Saudaramu…

Saudariku fillah…

Berbaik sangkalah kepada saudari muslimahmu yang lain bila dia menasehatimu, memberimu tulisan-tulisan tentang ilmu agama. Atau mengajakmu mengikuti kajian ilmiah, mendatangi majelis-majelis ilmu.

Berbaik sangkalah bahwa dia sangat menginginkan kebaikan bagimu. Sebagaimana dia pun menginginkan yang demikian bagi dirinya.

“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga dia menyukai (menginginkan) bagi saudaranya segala (kebaikan) yang dia sukai bagi dirinya sendiri” (Bukhariy, Muslim, dan selainnya)

Karena, siapakah gerangan orang yang senang terjerumus pada kubangan kesalahan? Dan tidak ada yang mengulurkan tangan padanya untuk menariknya dari kubangan yang kotor itu?

Tentunya kita akan bersedih bila kita terjatuh di lubang yang kotor dan orang-orang di sekeliling kita hanya melihat tanpa menolong kita..

Maka pahamilah, saudariku fillah..

Nasehat saudaramu padamu, adalah wujud kepeduliannya padamu. Tanda cinta dan kasih sayangnya padamu.

Karena orang yang mencintai tidaklah menginginkan kecuali kebaikan pada orang yang dicintai..

** SLAMEEEEET , SLAMEEEEET….!! **

12208341_973249916046599_6710202337196279132_n

** SLAMEEEEET , SLAMEEEEET….!! **

Namanya Mas Slamet ,
senyumnya manis , sederhana, namun kadang suka necis..
Mas Slamet ini tukang mie ayam keliling
Kulitnya rada keling , tapi hatinya bening
Gerobaknya usang, Ya Maklum Tiap hari buat cari uang
tapi jangan salah sholat 5 waktunya nggak sampe hilang

Mas Slamet ini lagi belajar …
Ceritanya Jum’at kemaren belajar berbagi
25 porsi mie ayam gratis dibagi …
Buat jamaah yang mau beraktivitas siang lagi…
setelah mie ayam habis dibagi ya dia pulang kerumah lagi..

Ya Gitu aja…
Ya Sederhana…..
tapi bukankah itu bahagia ..??
bukankah bahagia itu harusnya sesederhana itu …??
sesederhana 1 mangkuk mie ayam buat mereka yang sedang lapar ?
sesederhana bisa kasih Rp.7000 untuk penghematan makan siang hari itu ?
sesederhana bisa lihat senyum pelanggan yang ngantri menunggu 1 porsi mie ayam hangat gratis di jam makan siang hari itu …. ?
sesederhana mengetahui bahwa ia bisa melepaskan 1 kesulitan buat saudaranya disiang itu ?

Sesederhana bahwa ia Yakin Alloh Ta’ala Tuhannya yang maha Melihat, Maha Kaya, Maha Hidup, Yang tidak pernah tidur , Tidak pernah Berdusta …..PASTI !! tidak akan menyia – nyiakan perbuatan kecilnya itu..

Yup….Bahagia seharusnya sesederhana itu ….
Mas Slameet, ……Siang itu engkau ajari kami tentang bahagia …
bahwa bahagia itu dihati
bahwa bahagia itu sederhana
bahwa bahagia itu berbagi
bahwa bahagia itu dibawa sampai mati……..

** MAS SLAMEET…SEMOGA SLAMET DUNIA AKHIRAT **..

Jika pertanyaannya “Kapan siap berubah untuk jadi baik?”

11045497_973670212671236_6012485537021181626_n

 

Jika pertanyaannya “Kapan siap berubah untuk jadi baik?” Bisa jadi ada yang menjawab:

“tunggu nanti, masih mau senang-senang dulu sekarang”

“nanti kalau sudah lulus”

“besok kalau sudah puas ini itu”

Andaikan pertanyaanya diganti menjadi “Kapan siap mati?”

Pasti kita akan terhenyak | mampukah kita menjawab dengan enteng “besok-besok aja deh” | atau “ntar aja pas udah jadi baik”, mampukah? |

Kita sadar diri ini masih jauh dari baik. Kita sedikit berbuat amal shalih, yang itu pun belum tentu diterima. Namun dosa kita sudah pasti bertumpuk banyak | sementara kita tak pernah tahu kapan akan dijemput maut, dan kita tak pernah akan merasa siap |

Maka, bukankah tak ada alasan sedetikpun selagi hidup untuk menunda menjadi baik?

Bukankah kita tak punya alasan untuk tak menyegerakan berhijab dan menyempurnakannya sesuai syariat?

Bukankah kita tak punya alasan menunda untuk putus segala bentuk hubungan yang tak halal yang Allah tak ridhai?

Bukankah kita tak punya alasan menunda untuk menuntut ilmu Islam, berdakwah dan mengamalkannya? |

Tak ada alasan, selain kematian itulah sebenar-benarnya alasan | motivasi bagi kehidupan, agar senantiasa bergerak maju menuju perubahan hakiki |

Membela yang HAQ

11226906_974048225966768_2334810410744796155_n

Hari gini memang kebenaran lebih sedikit pendukungnya, kebatilan makin ramai pengikutnya

Yang jelas-jelas melanggar Al-Qur’an & As-Sunnah mati-matian diperjuangkan.
Yang menegakkan Al-Qur’an & As-Sunnah mati-matian ditekan

Yang salah jadi legal, yang halal malah susah.
Yang beramal shalih dianggap salah, yang beramal salah dianggap sahih

Yang bermaksiat dibilang keren, yang beramar ma’ruf nahi munkar dianggap ekstrim

Yang mengajak keburukan ramai ditiru.
Yang menyeru kebaikan justru dibully

Mayoritas belum tentu baik dan minoritas belum tentu buruk, atau sebaliknya.
Karena baik-buruk standarnya bukan jumlah, tapi apa kata Allah dalam Al-Qur’an & As-Sunnah

Maka saya pilih ikut jalan yang pasti-pasti aja, yang bikin selamat di akhirat dan berbahagia.
karena hidup di dunia cuma sementara, ini tuh ga ada apa-apanya

Makanya, barang kali hari ini atau besok ada yang ngajak kamu untuk dukung maksiat.
tak usah ragu menolak meski akan kena olok.
tak perlu risau bila berpegang pada kebenaran dari-Nya yang mutlak

Bilang aja sama yang ngajak: “Ga apa-apa ga ikutan masuk neraka, asal bisa masuk Surga.” ‪#‎GueMahGituAnaknya‬ 👌😎

 

jgn pernah merasa diri lbh tinggi, lebih besar, lebih fakih, lebih berilmu, dan lebih byk amal, krn kita tdk tahu org di sekeliling kita.

beragimakna

 

Sekali² jgn pernah merasa diri lbh tinggi, lbh besar, lbh fakih, lbh berilmu, dan lbh byk amal, krn kita tdk tahu org di sekeliling kita.

Bisa jadi dia biasa² saja, berpenampilan sederhana, bahkan di masyarakat hanya dipandang sebelah mata, tetapi ternyata berhati mulia dan termasuk pribadi bertakwa di sisi-Nya.

Ada cerita indah dan menarik, sekaligus menakjubkan, ketika membaca kisah yg dituliskan ustadz Salim A Fillah dlm bukunya “Barakallahu Laka, Bahagianya Merayakan Cinta” pd halaman 448-449.

Tulisnya dlm buku itu, “Suatu malam, Ustadz Muhammad Nazhif Masykur berkunjung ke rumah. Stlh membicarakan bbrp hal, beliau bercerita tentang tukang becak di sebuah kota di JaTim”.

Ustadz Salim melanjutkan, “Ini baru cerita, kata saya. Yg saya catat adlh, pernyataan misi hidup tukang becak itu, yakni:
(1) jgn pernah menyakiti
(2) hati² memberi makan istri.”

“Antum pasti tanya,” kembali Salim melanjutkan ceritanya sambil menirukan kata² Ustadz Muhammad.
“Tukang becak macam apakah ini, shg punya mission statement segala?”.
Saya juga takjub dan berulang kali berseru, “Subhanallah,” mendengar kisah hidup bpk berusia 55 thn ini.

Beliau ini Hafidz Qira’at Sab’ah! Beliau menghafal Al-qur’an lengkap dgn 7 lagu qira’at spt saat ia diturunkan: qira’at Imam Hafsh, Imam Warasy, dan lainnya.
Dua kalimat itu sederhana, tapi bayangkanlah sulitnya mewujudkan hal itu bagi kita.

Jgn pernah menyakiti. Dlm tafsir beliau di antaranya adlh soal tarif becaknya.
Jgn smp ada yg menawar, krn menawar menunjukkan ketidakrelaan dan ketersakitan.

Misalnya ada yg berkata, “Pak, terminal Rp 5.000 ya.” Lalu dijwb,“Waduh, enggak bisa, Rp 7.000 Mbak.”
Itu namanya sdh menyakiti. Makanya, beliau tak pernah pasang tarif.
“Pak, terminal Rp 5.000 ya.” Jwbnya pasti OK. “Pak, terminal Rp 3.000 ya.”
Jwbnya juga OK. Bahkan kalau,“Pak, terminal Rp 1.000 ya.” Jwbnya juga sama, OK.

Gusti Allah, manusia macam apa ini.

Kalimat kedua, hati² memberi makan istri. Artinya, sang istri hanya akan makan dari keringat dan becak tuanya. Rumahnya berdinding gedek. Istrinya berjualan gorengan. Stop! Jgn dikira beliau tdk bisa mengambil yg lebih dari itu. Harap tahu, putra beliau 2 org. Hafidz Al-qur’an semua.

Salah satunya sdh menjadi dosen terkenal di PTN terkemuka di Jkt. Adiknya, tak kalah sukses. Pejabat strategis di pemerintah. Uniknya, saat pulang, anak² sukses ini tak berani berpenampilan mewah. Mobil ditinggal bbrp blok dari rumah. Semua aksesoris, spt arloji dan hp dilucuti. Bahkan, baju parlente diganti kaus oblong dan celana sederhana.

Ini adab, tata krama.

Sdh berulang kali sang putra mencoba meminta bpk dan ibunya ikut ke Jkt. Tetapi tdk pernah tersampaikan. Setiap kali akan bicara serasa tercekat di tenggorokan, lalu mereka hanya bisa menangis.

Sang bpk selalu bercerita tentang kebahagiaannya, dan dia mempersilakan putra²nya menikmati kebahagiaan mereka sendiri.

Ustadz Salim melanjutkan, “Waktu saya ceritakan ini pd istri di Gedung Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito keesokan harinya, kami menangis.

Ada byk kekasih Allah yg tak kita kenal.”

Ah, benar sekali: byk kekasih Allah dan “manusia langit” yg tdk kita kenal.

Oleh:
Ustadz Salim A.Fillah

Fenomena Left Group dakwah

 

keep-calm-and-istiqomah-3

Fenomena Left Group.
“Ah bikin sakit hati nih omongannya, yaudalah gue left group aja”

“Ya ampun..ini grup sepi amat. Buat apaan ada grup , yaudalah left grup aja”

“Ih parah banget chat gue ga direspon tapo yang lain direspon, ah bt.yaudah left grup”

“Ahhh berisik banget ini grup.. ganggu aja ah, bikin hp nge-hang aja ih. Mending chat nya penting. lalu ia.left grup”

Dan masih banyak yang lainnya..
sob, kenapa sih mudah banget kita left grup?
Mungkin menurut sebagian orang itu hal yang sederhana, hanya keluar dari suatu grup.
Keluar dengan berbagai alasan yang sebenarnya hanya terlintas sebagai peluap emosi sesaat.
Padahal, dengan banyaknya orang yang mudah left grup sesuka hatinya akan mempengaruhi kondisi psikologis anggota yang lain.
Bahkan, semakin seringnya itu terjadi dalam sebuah grup akan mengubah esensi kebersamaan grup tersebut. Atau bisa juga memutuskan tali silaturrahmi sebuah komunitas atau kelompok. Jika dibiarkan, fenomena left grup ini akan sering terulang dan berpola.
Seseorang yang sedang merasa tidak nyaman dalam segi emosinya, ia akan mudah terprovokasi dengan apapun dan left grup merupakan jalan pintas untuk keluar dari masalah yang seharusnya bukan menjadi masalah bila ia mau lebih bersabar dan memahami anggota grup yg lain.

Sebenarnya, kita bisa lebih merenungi awal mula kita masuk dalam sebuah grup komunitas atau grup lain.
Tentunya, kita punya 1 niat karena Allah untuk bergabung dalam sebuah grup.

Untuk menjaga silaturrahim, untuk berdiskusi untuk kebaikan, untuk mengingatkan tentang kebaikan atau bahkan untuk bersinergi dalam menjalankan suatu amanat.

Sebuah grup pun dibuat bukan untuk main-main melainkan untuk memudahkan kita dalam berkoordinasi dan berhubungan dengan anggota yang lainnya.

Ada beberapa tips untuk menghindari terjadinya fenomena “Left grup” ini :
– Ingat kembali tujuan dibentuknya grup tersebut.
– Hidupkan grup dengan sapaan ringan yang hangat sehingga semua anggota nyaman dan merasa dianggap.
– Menjadi member yang responsible dalam menanggapi info penting. Karena jika ingin dihargai maka mulailah untuk menghargai org lain.
– Berusaha mengenal setidaknya beberapa anggota grup yang sering muncul, pahami gaya bicaranya dan kepribadiannya agar jika ada kata2 yang tidak baik bisa kita pahami dan mengurangi salah paham.
– Selalu berpikiran positif terhadap grup. Jika grup sedang sepi mungkin anggotanya sedang sibuk, atau jika terlalu ramai mungkin anggota grup sedang luang. So, manfaatkanlah moment kebersamaan didlm grup.

Jika kita selalu menyalahkan orang lain atas masalah yang kita hadapi, takkan ada perubahan yg kita dapat. Bahkan kebencian yang akan melekat dalam hati kita.

Tetapi , mulailah menjadi pribadi yang lebih baik dan menghargai setiap detik yang terjadi. Bersyukur atas segala pencapaian yang telah dimiliki dan mencintai semua orang2 yang hadir dalam hidup kita meski dalam dunia nyata ataupun maya. Karena setiap yg terjadi merupakan takdir yang Allah rencakan untuk kita.

Dipertemukan dengan orang2 yg awalnya tidak saling kenal atau bahkan ada dibelahan dunia yang mana.
Namun, Jika Allah yg menyatukan mungkin dimaksudkan untuk satu hal. Yaitu, untuk saling mengingatkan tentang kebaikan dan kesabaran.

‪#‎Aku‬KamuDanJalanDakwahKita

Ttd,
Jakarta 31 Juli 2015

Arif Agung Pamuji

NB: Jarkoman ini sudah meluas ke seluruh Indonesia. So? Bagikan ke group komunitas kalian.

Semoga Bermanfaat.

harmonisasi sebuah keluarga

 

kata-kata-mutiara-islam-tentang-pernikahan-1

“ Goblok kamu ya…” Kata Suamiku sambil melemparkan buku rapor sekolah Doni. Kulihat suamiku berdiri dari tempat duduknya dan kemudian dia menarik kuping Doni dengan keras. Doni meringis. Tak berapa lama Suamiku pergi kekamar dan keluar kembali membawa penepuk nyamuk. Dengan garang suamiku memukul Doni berkali kali dengan penepuk nyamuk itu. Penepuk nyamuk itu diarahkan kekaki, kemudian ke punggung dan terus , terus. Doni menangis “ Ampun, ayah ..ampun ayah..” Katanya dengan suara terisak isak. Wajahnya memancarkan rasa takut. Dia tidak meraung. Doni ku tegar dengan siksaan itu. Tapi matanya memandangku. Dia membutuhkan perlindunganku. Tapi aku tak sanggup karena aku tahu betul sifat suamiku.

“Lihat adik adikmu. Mereka semua pintar pintar sekolah. Mereka rajin belajar. Ini kamu anak tertua malah malas dan tolol Mau jadi apa kamu nanti ?. Mau jadi beban adik adik kamu ya…he “ Kata suamiku dengan suara terengah engah kelelahan memukul Doni. Suamiku terduduk dikorsi. Matanya kosong memandang kearah Doni dan kemudian melirik kearah ku “ Kamu ajarin dia. Aku tidak mau lagi lihat lapor sekolahnya buruk. Dengar itu. “ Kata suamiku kepadaku sambil berdiri dan masuk kekamar tidur.

Kupeluk Doni. Matanya memudar. Aku tahu dengan nilai lapor buruk dan tidak naik kelas saja dia sudah malu apalagi di maki maki dan dimarahi didepan adik adiknya. Dia malu sebagai anak tertua. Kembali matanya memandangku. Kulihat dia butuh dukunganku. Kupeluk Doni dengan erat “ Anak bunda, tidak tolol. Anak bunda pintar kok. Besok ya rajin ya belajarnya”

“ Doni udah belajar sungguh sungguh, bunda, Bunda kan lihat sendiri. Tapi Doni memang engga pintar seperti Ruli dan Rini. Kenapa ya Bunda” Wajah lugunya membuatku terenyuh.. Aku menangis “ Doni, pintar kok. Doni kan anak ayah. Ayah Doni pintar tentu Doni juga pintar. “

“ Doni bukan anak ayah.” Katanya dengan mata tertunduk “ Doni telah mengecewakan Ayah, ya bunda “

Malamnya , adiknya Ruli yang sekamar dengannya membangunkan kami karena ketakutan melihat Doni menggigau terus. Aku dan suamiku berhamburan kekamar Doni. Kurasakan badannya panas.Kupeluk Doni dengan sekuat jiwaku untuk menenangkannya. Matanya melotot kearah kosong. Kurasakan badannya panas. Segera kukompres kepalanya dan suamiku segera menghubungi dokter keluarga. Doni tak lepas dari pelukanku “ Anak bunda, buah hati bunda, kenapa sayang. Ini bunda,..” Kataku sambil terus membelai kepalanya. Tak berapa lama matanya mulai redup dan terkulai. Dia mulai sadar. Doni membalas pelukanku. ‘ Bunda, temani Doni tidur ya.” Katanya sayup sayup. Suamiku hanya menghelap nafas. Aku tahu suamiku merasa bersalah karena kejadian siang tadi.

Doni adalah putra tertua kami. Dia lahir memang ketika keadaan keluarga kami sadang sulit. Suamiku ketika itu masih kuliah dan bekerja serabutan untuk membiayai kuliah dan rumah tangga. Ketika itulah aku hamil Doni. Mungkin karena kurang gizi selama kehamilan tidak membuat janinku tumbuh dengan sempurna. Kemudian , ketika Doni lahir kehidupan kami masih sangat sederhana. Masa balita Doni pun tidak sebaik anak anak lain. Diapun kurang gizi. Tapi ketika usianya dua tahun, kehidupan kami mulai membaik seiring usainya kuliah suamiku dan mendapatkan karir yang bagus di BUMN. Setelah itu aku kembali hamil dan Ruli lahir., juga laki laki dan dua tahu setelah itu, Rini lahir, adik perempuannya. Kedua putra putriku yang lahir setelah Doni mendapatkan lingkungan yang baik dan gizi yang baik pula. Makanya mereka disekolah pintar pintar. Makanya aku tahu betul bahwa kemajuan generasi ditentukan oleh ketersediaan gixi yang cukup dan lingkungan yang baik.

Tapi keadaan ini tidak pernah mau diterima oleh Suamiku. Dia punya standard yang tinggi terhadap anak anaknya. Dia ingin semua anaknya seperti dia. Pintar dan cerdas. “ Masalah Doni bukannya dia tolol, Tapi dia malas. Itu saja. “ Kata suamiku berkali kali. Seakan dia ingin menepis tesis tentang ketersediaan gizi sebagai pendukung anak jadi cerdas. “ Aku ini dari keluarga miskin. Manapula aku ada gizi cukup. Mana pula orang tuaku ngerti soal gixi. Tapi nyatanya aku berhasil. “ Aku tak bisa berkata banyak untuk mempertahankan tesisku itu.

Seminggu setelah itu, suamiku memutuskan untuk mengirim Doni kepesantren. AKu tersentak.

“ Apa alasan Mas mengirim Doni ke Pondok Pesantren “

“ Biar dia bisa dididik dengan benar”

“ Apakah dirumah dia tidak mendapatkan itu”

“ Ini sudah keputusanku, Titik.

“ tapi kenapa , Mas” AKu berusaha ingin tahu alasan dibalik itu.

Suamiku hanya diam. Aku tahu alasannya.Dia tidak ingin ada pengaruh buruk kepada kedua putra putri kami. Dia malu dengan tidak naik kelasnya Doni. Suamiku ingin memisahkan Doni dari adik adiknya agar jelas mana yang bisa diandalkannya dan mana yang harus dibuangnya. Mungkinkah itu alasannya. Bagaimanapun , bagiku Doni akan tetap putraku dan aku akan selalu ada untuknya. Aku tak berdaya. Suamiku terlalu pintar bila diajak berdebat.

Ketika Doni mengetahui dia akan dikirim ke Pondok Pesantren, dia memandangku. Dia nanpak bingung. Dia terlalu dekat denganku dan tak ingin berpisah dariku.

Dia peluk aku “ Doni engga mau jauh jauh dari bunda” Katanya.

Tapi seketika itu juga suamiku membentaknya “ Kamu ini laki laki. TIdak boleh cengeng. Tidak boleh hidup dibawah ketika ibumu. Ngerti. Kamu harus ikut kata Ayah. Besok Ayah akan urus kepindahan kamu ke Pondok Pesantren. “

Setelah Doni berada di Pondok Pesantren setiap hari aku merindukan buah hatiku. Tapi suamiku nampak tidak peduli. “ Kamu tidak boleh mengunjunginya di pondok. Dia harus diajarkan mandiri. Tunggu saja kalau liburan dia akan pulang” Kata suamiku tegas seakan membaca kerinduanku untuk mengunjungi Doni.

Tak terasa Doni kini sudah kelas 3 Madrasa Aliyah atau setingkat SMU. Ruli kelas 1 SMU dan Rini kelas 2 SLP. Suamiku tidak pernah bertanya soal Raport sekolahnya. Tapi aku tahu raport sekolahnya tak begitu bagus tapi juga tidak begitu buruk. Bila liburan Doni pulang kerumah, Doni lebih banyak diam. Dia makan tak pernah berlebihan dan tak pernah bersuara selagi makan sementara adiknya bercerita banyak soal disekolah dan suamiku menanggapi dengan tangkas untuk mencerahkan. Walau dia satu kamar dengan adiknya namun kamar itu selalu dibersihkannya setelah bangun tidur. Tengah malam dia bangun dan sholat tahajud dan berzikir sampai sholat subuh.

Ku purhatikan tahun demi tahu perubahan Doni setelah mondok. Dia berubah dan berbeda dengan adik adiknya. Dia sangat mandiri dan hemat berbicara. Setiap hendak pergi keluar rumah, dia selalu mencium tanganku dan setelah itu memelukku. Beda sekali dengan adik adiknya yang serba cuek dengan gaya hidup modern didikan suamiku.

Setamat Madrasa Aliyah, Doni kembali tinggal dirumah. Suamiku tidak menyuruhnya melanjutkan ke Universitas. “ Nilai rapor dan kemampuannya tak bisa masuk universitas. Sudahlah. Aku tidak bisa mikir soal masa depan dia. Kalau dipaksa juga masuk universitas akan menambah beban mentalnya. “ Demikian alasan suamiku. Aku dapat memaklumi itu. Namun suamiku tak pernah berpikir apa yang harus diperbuat Doni setelah lulus dari pondok. Donipun tidak pernah bertanya. Dia hanya menanti dengan sabar.

Selama setahun setelah Doni tamat dari mondok, waktunya lebih banyak di habiskan di Masjid. Dia terpilih sebagai ketua Remaja Islam Masjid. Doni tidak memilih Masjid yang berada di komplek kami tapi dia memilih masjid diperkampungan yang berada dibelakang komplek. Mungkin karena inilah suamiku semakin kesal dengan Doni karena dia bergaul dengan orang kebanyakan. Suamiku sangat menjaga reputasinya dan tak ingin sedikitpun tercemar. Mungkin karena dia malu dengan cemoohan dari tetangga maka dia kadang marah tanpa alasan yang jelas kepada Doni. Tapi Doni tetap diam. Tak sedikitpun dia membela diri.

Suatu hari yang tak pernah kulupakan adalah ketika polisi datang kerumahku. Polisi mencurigai Doni dan teman temannya mencuri di rumah yang ada di komplek kami. Aku tersentak. Benarkah itu. Doni sujud dikaki ku sambil berkata “ Doni tidak mencuri , Bunda. TIdak, Bunda percayakan dengan Doni. Kami memang sering menghabiskan malam di masjid tapi tidak pernah keluar untuk mencuri.” Aku meraung ketika Doni dibawa kekantor polisi. Suamiku dengan segala daya dan upaya membela Doni. Alhamdulilah Doni dan teman temannya terbebaskan dari tuntutan itu. Karena memang tidak ada bukti sama sekali. Mungkin ini akibat kekesalan penghuni komplek oleh ulah Doni dan kawan kawan yang selalu berzikir dimalam hari dan menggangu ketenangan tidur.

Tapi akibat kejadian itu , suamiku mengusir Doni dari rumah. Doni tidak protes. Dia hanya diam dan menerima keputusan itu. Sebelum pergi dia rangkul aku” Bunda , Maafkanku. Doni belum bisa berbuat apapun untuk membahagiakan bunda dan Ayah. Maafkan Doni “ Pesanya. Diapun memandang adiknya satu satu. Dia peluk mereka satu persatu “ Jaga bunda ya. Mulailah sholat dan jangan tinggalkan sholat. Kalian sudah besar .” demikian pesan Doni. Suamiku nampak tegar dengan sikapnya untuk mengusir DOni dari rumah.

“ Mas, Dimana Doni akan tinggal. “ Kataku dengan batas kekuatan terakhirku membela Doni.

“ Itu bukan urusanku. Dia sudah dewasa. Dia harus belajar bertanggung jawab dengan hidupnya sendiri.

***
Tak terasa sudah enam tahun Doni pergi dari Rumah. Setiap bulan dia selalu mengirim surat kepadaku. Dari suratnya kutahu Doni berpindah pindah kota. Pernah di Bandung, Jakarta, Surabaya dan tiga tahun lalu dia berangkat ke Luar negeri. Bila membayangkan masa kanak kanaknya kadang aku menangis. Aku merindukan putra sulungku. Setiap hari kami menikmati fasilitas hidup yang berkecukupan. Ruli kuliah dengan kendaraan bagus dan ATM yang berisi penuh. Rinipun sama. Karir suamiku semakin tinggi. Lingkungan social kami semakin berkelas. Tapi, satu putra kami pergi dari kami. Entah bagaimana kehidupannya. Apakah dia lapar. Apakah dia kebasahan ketika hujan karena tidak ada tempat bernaung. Namun dari surat Doni , aku tahu dia baik baik saja. Dia selalu menitipkan pesan kepada kami, “ Jangan tinggalkan sholat. Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita siang dan malam. “

***
Prahara datang kepada keluarga kami. Suamiku tersangkut kasus Korupsi. Selama proses pemeriksaan itu suamiku tidak dibenarkan masuk kantor. Dia dinonaktifkan. Selama proses itupula suamiku nampak murung. Kesehatannya mulai terganggu. Suamiku mengidap hipertensii. Dan puncaknya , adalah ketika Polisi menjemput suamiku di rumah. Suamiku terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Rumah dan semua harta yang selama ini dikumpulkan disita oleh negara. Media maassa memberitakan itu setiap hari. Reputasi yang selalu dijaga oleh suamiku selama ini ternyata dengan mudah hancur berkeping keping. Harta yang dikumpul, sirna seketika. Kami sekeluarga menjadi pesakitan. Ruli malas untuk terus keliah karena malu dengan teman temannya. Rini juga sama yang tak ingin terus kuliah.

Kini suamiku dipenjara dan anak anak jadi bebanku dirumah kontrakan. Ya walau mereka sudah dewasa namun mereka menjadi bebanku. Mereka tak mampu untuk menolongku. Baru kutahu bahwa selama ini kemanjaan yang diberikan oleh suamiku telah membuat mereka lemah untuk survival dengan segala kekurangan. Maka jadilah mereka bebanku ditengah prahara kehidupan kami. Pada saat inilah aku sangat merindukan putra sulungku. Ditengah aku sangat merindukan itulah aku melihat sosok pria gagah berdiri didepan pintu rumah.

Doniku ada didepanku dengan senyuman khasnya. Dia menghambur kedalam pelukanku. “ Maafkan aku bunda, Aku baru sempat datang sekarang sejak aku mendapat surat dari bunda tentang keadaan ayah. “ katanya. Dari wajahnya kutahu dia sangat merindukanku. Rini dan Ruli juga segera memeluk Doni. Mereka juga merindukan kakaknya. Hari itu, kami berempat saling berpelukan untuk meyakinkan kami akan selalu bersama sama.

Kehadiran Doni dirumah telah membuat suasana menjadi lain. Dengan bekal tabungannya selama bekerja diluar negeri, Doni membuka usaha percetakan dan reklame. Aku tahu betul sedari kecil dia suka sekali menggambar namun hobi ini selalu di cemoohkan oleh ayahnya. Doni mengambil alih peran ayahnya untuk melindungi kami. Tak lebih setahu setelah itu, Ruli kembali kuliah dan tak pernah meninggalkan sholat dan juga Rini. Setiap maghrib dan subuh Doni menjadi imam kami sholat berjamaah dirumah. Seusai sholat berjaman Doni tak lupa duduk bersilah dihadapan kami dan berbicara dengan bahasa yang sangat halus , beda sekali dengan gaya ayahnya

“ Manusia tidak dituntut untuk terhormat dihadapan manusia tapi dihadapan Allah. Harta dunia, pangkat dan jabatan tidak bisa dijadikan tolok ukur kehormatan. Kita harus berjalan dengan cara yang benar dan itulah kunci meraih kebahagiaan dunia maupun akhirat. Itulah yang harus kita perjuangkan dalam hidup agar mendapatkan kemuliaan disisi Allah. . Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita. Apakah ada yang lebih hebat menjaga kita didunia ini dibandingkan dengan Allah. “

“ Apa yang menimpa keluarga kita sekarang bukanlan azab dari Allah. Ini karena Allah cinta kepada Ayah. Allah cinta kepada kita semua karena kita semua punya peran hingga membuat ayah terpuruk dalam perbuatan dosa sebagai koruptor. Allah sedang berdialog dengan kita tentang sabar dan ikhlas, tentang hakikat kehidupan, tentang hakikat kehormatan. Kita harus mengambil hikmah dari ini semua untuk kembali kepada Allah dalam sesal dan taubat. Agar bila besok ajal menjemput kita, tak ada lagi yang harus disesalkan, Karna kita sudah sangat siap untuk pulang keharibaan Allah dengan bersih. “

Seusai Doni berbicara , aku selalu menangis. Doni yang tidak pintar sekolah, tapi Allah mengajarinya untuk mengetahui rahasia terdalam tentang kehidupan dan dia mendapatkan itu untuk menjadi pelindung kami dan menuntun kami dalam taubah. Ini jugalah yang mempengaruhi sikap suamiku dipenjara. Kesehatannya membaik. Darah tingginya tak lagi sering naik. Dia ikhlas dan sabar , dan tentu karena dia semakin dekat kepada Allah. Tak pernah tinggal sholat sekalipun. Zikir dan linangan airmata sesal akan dosanya telah membuat jiwanya tentram. Mahasuci Allah

[disadur dari Group WhatsApp]

allah’hualam

KISAH KAKEK PENJUAL TALI SEPATU

 

11055372_460046110833431_3318892205534964176_n

KISAH KAKEK PENJUAL TALI SEPATU

Kisah Inspiratif tentang kakek penjual tali sepatu yang tidak mengeluh akan sulitnya menjalani hidup ini adalah sebuah tulisan dari note fesbuk yang direpost di kaskus. Penulis aslinya adalah seorang mahasiswa Unpad bernama Andre Daryanto. Marik kita simak pengalaman spiritual Andre bertemu dengan Kakek Penjual Tali Sepatu.

Kisah Kakek Penjual Tali SepatuNama saya Andre, saya mahasiswa Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Padjadjaran, duduk di bangku semester 3, setiap pagi saya melangkahkan kaki dengan pasti menuju kampus yang terletak tidak begitu jauh dari rumah kontrakan saya , pagi penuh semangat membara seorang pejuang kecil yang bercita cita ingin mengubah dunia, ya impian kecil yang tidak mustahil kan sobat ?

Satu setengah tahun, sudah saya lalui setiap hari menelusuri jalan yang sama menuju kampus, setiap pagi, wajah wajah mahasiswa penuh ambisi lalu lalang seakan melangkah tanpa beban, pun tanpa melengok ke lingkungan sekitar, ya mungkin ada satu atau dua orang yang menyadari , bahwa di sepanjang jalan yang dilalui, begitu banyak pemandangan yang menyayat hati, ya, menyayat hati bagi yang masih punya hati, ibu ibu duduk lesu menggendong anak yang haus akan susu, bapak bapak tua, lumpuh tanpa bisa mengeluh , kakek kakek yang bergolek di tengah teriknya matahari di jatinangor ini ,tapi itu seakan sudah menjadi pemandangan yang lumrah , “lumrah ? ”

Saya mulai ragu akan eksistensi teman teman saya yang bernama mahasiswa, yang dengan bangga mereka menyebut diri masing masing sebagai agen perubahan, namun menanggapi hal yang setiap hari mereka , anda, bahkan saya lihat, malah di sebut pemandangan yang lumrah, miris memang, tapi inilah dunia KEJAM.

Satu sosok yang amat saya soroti, setiap pagi, setiap hari, seakan tak pernah bosan, duduk seorang pria tua, yang umurnya sudah lebih dari separuh baya, duduk termenung melamun memandangi daganganya yang tak laku laku, bapak itu setiap hari menjajalkan tali sepatu, dan sekali sekali menjual koran koran di pagi hari. Sungguh pemandangan yang menyayat hati. Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli tali sepatunya itu? teman teman mahasiswa hanya lewat tak memperhatikan, bahkan hanya sekedar menawar barang dagangan si kakek tua, masyaallah, Lalu lalang orang yang bergegas menuju kampus seolah tidak mempedulikan kehadiran kakektua itu.

Kemarin setelah pulang dari kampus, saya melihat kakek tua itu sedang duduk termenung menatapi daganganya, saya sudah berniat akan membeli tali sepatu itu walaupun saya tidak begitu membutuhkanya, saya menghampiri kakek tadi, menanyakan berapa harga tali sepatu yang beliau tawarkan “lima ribu cep” mau beli yang warna apa ? oh syukurlah ternyata masih ada yang mau beli dagangan bapak ” sahutnya penuh lirih, oh tuhan, harga sepasang tali sepatu beliau jual hanya dengan harga 5 ribu, mengambil untung hanya seribu rupiah dari orang yang menjual kepada beliau, sontak darah saya berdesir cepat, seakan butiran airmata tak tahan ingin menghujat keluar, betapa tidak, seribu rupiah, itu hanya bisa membeli sebuah “gehu” pedas yang di jajalkan di pinggir pinggir jalan, dengan sekuat hati saya tahan perasaan iba,” saya beli 2 pasang ya kek ”

Kakek tersebut terlihat sangat senang, karena akhirnya, setelah dari subuh menjajalkan daganganya, baru pada pukul 2 siang saya orang pertama membeli dagangan beliau, saya mengeluarkan uang 20 ribu, beliau berkata,” ga ada kembalianya kakek mah nak”, jawab kakek. “oh ga apa apa kek, ambil saja kembalianya, dari saya” Lalu saya bertanya kembali, mengapa beliau dengan usia yang sudah lanjut, dan seharusnya sudah duduk diam di rumah menikmati sisa sisa umur beliau, malah masih bekerja keras membanting tulang, dari pagi hingga petang, menjajalkan koran dan tali sepatu di lingkungan unpad tersebut? tanya saya kepada beliau, dengan suara yang tertatih tatih beliau menjawab” yah, mau gimana lagi nak, inilah dunia, mungkin allah belum meridoi saya kalau saya masih malas malasan, saya punya anak di rumah di garut 12 orang, 5 orang sudah berkeluarga dan pergi jauh meninggalkan kehidupan mereka yang serba berkekurangan, masih ada 7 orang lagi anak saya yang masih duduk di bangku sma dan smp, ga mungkin saya hanya duduk diam, sementara kaki saya masih kuat berjalan.”
Mendengar hal itu, sontak saya menahan pekik yang begitu menyerang ke hati yang paling dalam, saya tak kuasa melihat kepedihan dan ketegaran seorang kakek yang dimasa tuanya masih berjuang demi menghidupi keluarganya .. “Lalu , disini kakek tinggal dimana? dan pulang berapa minggu sekali ke garut kek?” tanyaku lirih, “Kakek tinggal di musholla di sebelah sekre mahasiswa, kakek numpang tinggal disana, sekaligus membantu membersihkanya, karena ga ada yang ngerawatnya, oleh UNPAD kakek g di terima menjadi karyawannya, karena umur kakek udah terlalu tua, padahal kakek berharap sekali dapet uang dari menjadi karyawan untuk membersihkan musholla ini” imbuhnya, ” kakek biasanya pulang ga menentu waktunya, asalkan kakek udah bisa membeli beras 20 kg, baru kakek pulang, itu biasanya sekitar 2 minggu mengumpulkan uang untuk membeli beras itu buat di bawa pulang ke garut” katanya

Allahuakbar ,, demi keluarga tercinta, beliau rela tidur di musholla yang dingin sendiri, ditemani kesepian yang teramat mendalam , dan kerinduan akan menghabiskan hidup tenang, demi mencari sesuap nasi, membela harga diri, untuk tidak menjadi pengemis yang tanpa ada usaha sedikitpun, sungguh beliau begitu mulia, dan semoga Allah selalu bersama orang yang berhati seperti seorang malaikat yang sengaja di utus tuhan kebumi agar manusia dapat belajar, menghilangkan ketamakan dan bermalas malasan.

Untuk teman teman ku, yang mengatas namakan diri mereka mahasiswa, terutama anda yang berkuliah di kampus unpad jatinangor ini, saya harap, ini hanya salah satu bentuk saya saling berbagi, saling mengingetkan, bahwa di luar sana, masih banyak saudara saudara kita yang membutuhkan perhatian, jadilah mahasiswa seutuhnya, karena saya sendiri tidak mampu berbuat banyak, saya butuh kalian, kalian yang berjiwa besar, yang mau sedikit meluangkan waktunya memperhatikan orang orang di sekitar,

“Duhai Allah, berkahi rejeki kakek ini. Sehatkan jiwa dan raganya agar ia senantiasa mamapu memenuhi kewajibannya dalam ibadah dan mencari nafkah. Ridhai segala peluhnya agar menjadi saksi dari tanggung jawabnya dalam mengayuh beban di dunia. Dan jangan biarkan ia putus asa dari rahmat-Mu karena fitnah dunia yang merajamnya. Dan berkahi hidup saudara-saudara muslim kami, dimana pun mereka berada. Aamiin yaa robbal’alamin.”

‪#‎satu‬ nasehat dari seseorang : “jika kamu melihat seorang yang sudah sepuh dan berjualan dipinggir jalan, belilah dagangannya meski kamu sebenarnya tak membutuhkan. Karena sesungguhnya beliau menghindarkan diri dari meminta-minta”

Adillah Saat Menawar

 

13414938201921717618

:: Adillah Saat Menawar ::

Seorang nenek duduk di pelataran parkir. Di sampingnya terpajang aneka keripik dengan kemasan sederhana. Nampak tidak menarik, apalagi saat sibuknya lalu lalang orang yang keluar masuk gedung mall.
Senyumnya ramah menyapa setiap orang yang melaluinya, ia tak bosan menyapa satu demi satu, berharap dagangannya dibeli. Kebanyakan bahkan tak sempat menjawab tawaran sang nenek.
Ada juga yang menolak dengan halus.
Dan sebagian kecil membelinya.
Satu bungkus 10rb, tak seberapa mahal untuk satu kemasan keripik pisang dagangannya. Tapi lihatlah, wajahnya begitu bahagia saat seseorang membelinya..

Seorang kakek setiap hari berjalan kaki berkeliling kompleks, ia membawa sapu lidi hasil buatannya sendiri. Seorang ibu menawar sapu lidi buatan sang kakek, harga yang ditawarkan sudah murah, hanya 10rb.Tapi ibu itu menawar agar sapunya 5rb saja. Diakhir transaksi, kakek melepas sapunya seharga 8rb. Si ibu puas karena mendapat diskon 2rb.. Dan hari itu, kakek pulang dengan uang hanya 8rb saja. Uang makannya hari itu, yang harus ia bagi lagi bersama istri dan cucunya. Ia tak berhasil menjual banyak, hanya satu sapu saja..

Di sebuah restoran, satu keluarga menikmati makanan dengan lahapnya..
Bisa menghabiskan beberapa ratus ribu untuk makan disana. Tak lupa seusai membayar nota/struk rincian pembelian, ayah meninggalkan satu lembar uang 20rb sebagai tip.

Di rumah, seorang ibu mengumpulkan barang bekas karena nanti bisa dijual ke tukang rongsokan yang lewat. Lumayan, terkadang dengan tawar menawar yang sengit, akhirnya si ibu mendapat uang 10-20rb.Terkadang si ibu dan si abang masih bergerutu karena harga yang tidak terlalu cocok.

Bayangkan, jika nenek penjual keripik tadi, kita beli saja meski tak butuh….10rb baginya, bukan hasil meminta, tapi perjuangan kerasnya melangkah puluhan kilometer dari rumahnya mengais rezeki halal.

Jika seandainya kakek penjual sapu, dibayar 20rb meski harga sapu 10rb.
Ketimbang menawarnya, ia tentu pulang dengan langkah yang bahagia, bisa membawakan makanan yang sedikit lebih baik dari biasanya untuk istri dan cucunya..

Lalu seandainya ibu yang mengumpulkan barang bekas memberikan saja dengan sukarela. Tokh ia tidak lagi membutuhkan barang itu. Apa yang terjadi?

Doa mengalir dari abang tukang rongsok. Bisa jadi istrinya sedang sakit, atau anaknya butuh biaya sekolah.

Membeli yang tidak kita butuhkan, melebihkan dari harga yang ditawarkan, atau memberikan sesuatu kepada mereka di tengah kerasnya perjuangan hidup mereka yang bertahan untuk tidak meminta-minta. Kitalah yang lebih berbahagia akhirnya, karena mereka begitu saja mendoakan kita dengan tulus.

Mengapa kita membeli mahal tanpa menawar di tempat yang berkelas, lalu menawar sebisa mungkin saat belanja di pinggir jalan. Mengapa 20rb terasa mahal, saat nenek menawarkan sebungkus keripik dagangannya, dibanding kita yang mudah saja meninggalkan 20rb sebagai uang tip usai makan di restoran.

Dalam jual beli diperbolehkan tawar menawar. Namun, berbuat adillah dalam menawar. Berbuat adillah dalam membeli dan menjual, mudahkanlah. Begitu juga dalam berhutang dan meminjamkan uang. Karena memang demikian Allah dan rosul-Nya memerintahkan kita. Semoga dengan demikian barokah tercurah dari segala penjuru.

Bakti Seorang Anak Kepada Ibunya yang Memiliki Keterbelakangan Mental

 

150194_956574131021351_2488884592741672494_n

Bakti Seorang Anak Kepada Ibunya yang Memiliki Keterbelakangan Mental

Oleh : Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairy

Salah seorang dokter bercerita tentang kisah sangat menyentuh yang pernah dialaminya…
Hingga aku tidak dapat menahan diri saat mendengarnya…
Aku pun menangis karena tersentuh kisah tersebut…

Dokter itu memulai ceritanya dengan mengatakan :“Suatu hari, masuklah seorang wanita lanjut usiake ruang praktek saya di sebuah Rumah Sakit.

Wanita itu ditemani seorang pemuda yang usianya sekitar 30 tahun. Saya perhatikan pemuda itu memberikan perhatian yang lebih kepada wanita tersebut dengan memegang tangannya, memperbaiki pakaiannya, dan memberikan makanan serta minuman padanya…

Setelah saya menanyainya seputar masalah kesehatan dan memintanya untuk diperiksa, saya bertanya pada pemuda itu tentang kondisi akalnya, karena saya dapati bahwa perilaku dan jawaban wanita tersebut tidak sesuai dengan pertanyaan yang ku ajukan.

Pemuda itu menjawab :“Dia ibuku, dan memiliki keterbelakangan mental sejak aku lahir”

Keingintahuanku mendorongku untuk bertanya lagi : “Siapa yang merawatnya?”Ia menjawab : “Aku”

Aku bertanya lagi : “Lalu siapa yang memandikan dan mencuci pakaiannya?”

Ia menjawab : “Aku suruh ia masuk ke kamar mandi dan membawakan baju untuknya serta menantinya hingga ia selesai. Aku yang melipat dan menyusun bajunya di lemari. Aku masukkanpakaiannya yang kotor ke dalam mesin cuci dan membelikannya pakaian yang dibutuhkannya”

Aku bertanya : “Mengapa engkau tidak mencarikan untuknya pembantu?”

Ia menjawab : “Karena ibuku tidak bisa melakukan apa-apa dan seperti anak kecil, aku khawatir pembantu tidak memperhatikannya dengan baik dan tidak dapat memahaminya, sementara aku sangat paham dengan ibuku”

Aku terperangah dengan jawabannya dan baktinya yang begitu besar..

Aku pun bertanya : “Apakah engkau sudah beristri?”

Ia menjawab : “Alhamdulillah,aku sudah beristri dan punya beberapa anak”

Aku berkomentar : “Kalau begitu berarti istrimu juga ikut merawat ibumu?”

Ia menjawab : “Istriku membantu semampunya,dia yang memasak dan menyuguhkannya kepada ibuku. Aku telah mendatangkan pembantu untuk istriku agar dapat membantu pekerjaannya. Akan tetapi aku berusaha selalu untuk makan bersama ibuku supaya dapat mengontrol kadar gulanya”

Aku Tanya : “Memangnya ibumu juga terkena penyakit Gula?”

Ia menjawab : “Ya, (tapi tetap saja) Alhamdulillah atas segalanya”

Aku semakin takjub dengan pemuda ini dan aku berusaha menahan air mataku…

Aku mencuri pandang pada kuku tangan wanita itu, dan aku dapati kukunya pendek dan bersih.
Aku bertanya lagi : “Siapa yang memotong kuku-kukunya?”

Ia menjawab : “Aku. Dokter, ibuku tidak dapat melakukan apa-apa”

Tiba-tiba sang ibu memandang putranya dan bertanya seperti anak kecil : “Kapan engkau akan membelikan untukku kentang?”

Ia menjawab : “Tenanglah ibu, sekarang kita akan pergi ke kedai”

Ibunya meloncat-loncat karena kegirangan dan berkata : “Sekarang…sekarang!”

Pemuda itu menoleh kepadaku dan berkata : “Demi Allah, kebahagiaanku melihat ibuku gembira lebih besar dari kebahagiaanku melihatanak-anakku gembira…”

Aku sangat tersentuh dengan kata-katanya…

dan aku pun pura-pura melihat ke lembaran data ibunya.Lalu aku bertanya lagi : “Apakah Anda punya saudara?”

Ia menjawab : “Aku putranya semata wayang, karena ayahku menceraikannya sebulan setelah pernikahan mereka”

Aku bertanya : “Jadi Anda dirawat ayah?”

Ia menjawab : “Tidak, tapi nenek yang merawatku dan ibuku. Nenek telah meninggal – semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmatinya – saat aku berusia 10 tahun”

Aku bertanya : “Apakah ibumu merawatmu saat Anda sakit, atau ingatkah Anda bahwa ibu pernah memperhatikan Anda? Atau dia ikut bahagia atas kebahagiaan Anda, atau sedih karena kesedihan Anda?”

Ia menjawab : “Dokter…sejak aku lahir ibu tidak mengerti apa-apa…kasihandia…dan aku sudah merawatnya sejak usiaku 10 tahun”

Aku pun menuliskan resep serta menjelaskannya…

Ia memegang tangan ibunya dan berkata : “Marikita ke kedai..”

Ibunya menjawab : “Tidak, aku sekarang mau ke Makkah saja!”

Aku heran mendengar ucapan ibu tersebut…

Maka aku bertanya padanya : “Mengapa ibu ingin pergi ke Makkah?”

Ibu itu menjawab dengan girang : “Agar aku bisa naik pesawat!”

Aku pun bertanya pada putranya : “
Apakah Anda akan benar-benar membawanya ke Makkah?”

Ia menjawab : “Tentu…aku akan mengusahakan berangkat kesana akhir pekan ini”

Aku katakan pada pemuda itu : “Tidak ada kewajiban umrah bagi ibu Anda…lalu mengapa Anda membawanya ke Makkah?”

Ia menjawab : “Mungkin saja kebahagiaan yang ia rasakan saat aku membawanya ke Makkah akan membuat pahalaku lebih besar daripada aku pergi umrah tanpa membawanya”.

Lalu pemuda dan ibunya itu meninggalkan tempat praktekku.

Aku pun segera meminta pada perawat agar keluar dari ruanganku dengan alasan aku ingin istirahat…
Padahal sebenarnya aku tidak tahan lagi menahan tangis haru…

Aku pun menangis sejadi-jadinya menumpahkan seluruh yang ada dalam hatiku…

Aku berkata dalam diriku :
“Begitu berbaktinya pemuda itu, padahal ibunya tidak pernah menjadi ibu sepenuhnya…
Ia hanya mengandung dan melahirkan pemuda itu…

Ibunya tidak pernah merawatnya…
Tidak pernah mendekap dan membelainya penuh kasih sayang…
Tidak pernah menyuapinya ketika masih kecil…
Tidak pernah begadang malam…
Tidak pernah mengajarinya…
Tidak pernah sedih karenanya…
Tidak pernah menangis untuknya…
Tidak pernah tertawa melihat kelucuannya…
Tidak pernah terganggu tidurnya disebabkan khawatir pada putranya…
Tidak pernah….dan tidak pernah…!
Walaupun demikian…!!
pemuda itu berbakti sepenuhnya pada sang ibu”.

Bagaimana dengan kita ???

kisah nyata cinta seOrang akhwat kepada kekasihNya yang tidak ia cintai

 

 

suami-istri1siapkan tisyu untuk membacanya..

Seorang akhwat menceritakan kenangan masa lalunya yang tak terlupakan:

“Namaku Mariani, orang-orang biasa memangilku Aryani. Ini adalah kisah perjalanan hidupku yang hingga hari ini masih belum lengkang dalam benakku. Sebuah kisah yang nyaris membuatku menyesal seumur hidup bila aku sendiri saat itu tidak berani mengambil sikap. Yah, sebuah perjalanan kisah yang sungguh aku sendiri takjub dibuatnya, sebab aku sendiri menyangka bahwa di dunia ini mungkin tak ada lagi orang seperti dia.

Tahun 2007 silam, aku dipaksa orang tuaku menikah dengan seorang pria, Kak Arfan namanya. Kak Arfan adalah seorang lelaki yang tinggal sekampung denganku, tapi dia seleting dengan kakakku saat sekolah dulu. Usia kami terpaut 4 Tahun. Yang aku tahu bahwa sejak kecilnya Kak Arfan adalah anak yang taat kepada orang tuanya dan juga rajin ibadah. Tabiatnya yang seperti itu terbawa-bawa sampai ia dewasa. Aku  merasa risih sendiri dengan Kak Arfan apabila berpapasan dijalan, sebab sopan santunya sepertinya terlalu berlebihan pada orang-orang. Geli aku menyaksikannya, yah, kampungan banget gelagatnya…,

Setiap ada acara-acara ramai di kampung pun Kak Arfan tak pernah kelihatan bergabung sama teman-teman seusianya. Yaah, pasti kalau dicek ke rumahnya pun gak ada, orang tuanya pasti menjawab “Kak Arfan di mesjid nak, menghadiri taklim”. Dan memang mudah sekali mencari Kak Arfan, sejak lulus dari Pesantren Al-Khairat Kota Gorontalo.

Kak Arfan sering menghabiskan waktunya membantu orang tuanya jualan, kadang terlihat bersama bapaknya di kebun atau di sawah. Meskipun kadang sebagian teman sebayanya menyayangkan potensi dan kelebihan-kelebihannya yang tidak tersalurkan. Secara fisik memang Kak Arfan hampir tidak sepadan dengan ukuran ekonomi keluarganya yang pas-pasan. Sebab kadang gadis-gadis kampung suka menggodanya kalau Kak Arfan dalam keadaan rapi menghadiri acara-acara di desa.

Tapi bagiku sendiri, itu adalah hal yang biasa-biasa saja, sebab aku sendiri merasa bahwa sosok Kak Arfan adalah sosok yang tidak istimewa. Apa istimewanya menghadiri taklim, kuper dan kampunga banget. Kadang hatiku sendiri bertanya, koq bisa yah, ada orang yang sekolah di kota namun begitu kembali tak ada sedikitpun ciri-ciri kekotaan melekat pada dirinya, HP gak ada. Selain bantu orang tua, pasti kerjanya ngaji, sholat, taklim dan kembali ke kerja lagi. Seolah riang lingkup hidupnya hanya monoton pada itu-itu saja, ke biosokop kek, ngumpul bareng teman-teman kek stiap malam minggunya di pertigaan kampung yang ramainya luar biasa setiap malam minggu dan malam kamisnya. Apalagi setiap malam kamis dan malam minggunya ada acara curhat kisah yang TOP banget disebuah station Radio Swasta digotontalo, kalau tidak salah ingat nama acaranya Suara Hati dan nama penyiarnya juga Satrio Herlambang.

Waktu terus bergulir dan seperti gadis-gadis modern pada umumnya yang tidak lepas dengan kata Pacaran, akupun demikian. Aku sendiri memiliki kekasih yang begitu sangat aku cintai, namanya Boby. Masa-masa indah kulewati bersama Boby. Indah kurasakan dunia remajaku saat itu. Kedua orang tua Boby sangat menyayangi aku dan sepertinya memiliki sinyal-sinyal restunya atas hubungan kami. Hingga musibah itu tiba, aku dilamar oleh seorang pria yang sudah sangat aku kenal. Yah siapa lagi kalau bukan si kuper Kak Arfan lewat pamanku. Orang tuanya Kak Arfan melamarku untuk anaknya yang kampungan itu.

Mendengar penuturan mama saat memberitahu padaku tentang lamaran itu, kurasakan dunia ini gelap, kepalaku pening…, aku berteriak sekencang-kencangnya menolak permintaan lamaran itu dengan tegas dan terbelit-belit aku sampaikan langsung pada kedua orang tuaku bahwa aku menolak lamaran keluarganya Kak Arfan. dan dengan terang-terangan pula aku sampaikan pula bahwa aku memiliki kekasih pujaan hatiku, Boby.

Mendengar semua itu ibuku shock dan jatuh tersungkur kelantai. Akupun tak menduga kalau sikapku yang egois itu akan membuat mama shock. Baru kutahu bahwa yang menyebabkan mama shok itu karena beliau sudah menerima secara resmi lamaran dari orang tuanya Kak Arfan. Hatiku sedih saat itu, kurasakan dunia begitu kelabu. Aku seperti menelan buah simalakama, seperti orang yang paranoid, tidak tahu harus ikut kata orang tua atau lari bersama kekasih hatiku Boby.

Hatiku sedih saat itu. Dengan berat hati dan penuh kesedihan aku menerima lamaran Kak Arfan untuk menjadi istrinya dan kujadikan malam terakhir perjumapaanku dengan Boby di rumahku untuk meluapkan kesedihanku. Meskipun kami saling mencintai, tapi mau tidak mau Boby harus merelakan aku menikah dengan Kak Arfan. Karena dia sendiri mengakui bahwa dia belum siap membina rumah tangga saat itu.

Tanggal 11 Agustus 2007 akhirnya pernikahanku pun digelar. Aku merasa bahwa pernikahan itu begitu menyesakkan dadaku. Air mataku tumpah di malam resepsi pernikahan itu. Di tengah senyuman orang-orang yang hadir pada acara itu, mungkin akulah yang paling tersiksa. Karena harus melepaskan masa remajaku dan menikah dengan lelaki yang tidak pernah kucintai. Dan yang paling membuatku tak bias menahan air mataku, mantan kekasihku boby hadir juga pada resepsi pernikahan tersebut. Ya Allah mengapa semua ini harus terjadi padaku ya Allah… mengapa aku yang harus jadi korban dari semua ini?

Waktu terus berputar dan malam pun semakin merayap. Hingga usailah acara resepsi pernikahan kami. Satu per satu para undangan pamit pulang hingga sepi lah rumah kami. Saat masuk ke dalam kamar, aku tidak mendapati suamiku Kak Arfan di dalamnya. Dan sebagai seorang istri yang hanya terpaksa menikah dengannya, maka aku pun membiarkannya dan langsung membaringkan tubuhku setalah sebelumnya menghapus make-up pengantinku dan melepaskan gaun pengantinku. Aku bahkan tak perduli kemana suamiku saat itu. Karena rasa capek dan diserang kantuk, aku pun akhirnya tertidur.

Tiba-tiba di sepertiga malam, aku tersentak tatkala melihat ada sosok hitam yang berdiri disamping ranjang tidurku. Dadaku berdegup kencang. Aku hampir saja berteriak histeris, andai saja saat itu tak kudengar serua takbir terucap lirih dari sosok yang berdiri itu. Perlahan kuperhatikan dengan seksama, ternyata sosok yang berdiri di sampingku itu adalah Kak Arfan suamiku yang sedang sholat tahajud. Perlahan aku baringkan tubuhku sambil membalikkan diriku membelakanginya yang saat itu sedang sholat tahajud. Ya Allah aku lupa bahwa sekarang aku telah menjadi istrinya Kak Arfan. Tapi meskipun demikian, aku masih tak bisa menerima kehadirannya dalam hidupku. Saat itu karena masih dibawah perasan ngantuk, aku pun kembali teridur. Hingga pukul 04.00 dini hari, kudapati suamiku sedang tidur beralaskan sajadah dibawah ranjang pengantin kami.

Dadaku kembali berdetak kencang kala mendapatinya. Aku masih belum percaya kalau aku telah bersuami. Tapi ada sebuah pertanyaaan terbetik dalam benakku. Mengapa dia tidak tidur di ranjang bersamaku. Kalaupun dia belum ingin menyentuhku, paling gak dia tidur seranjang denganku itukan logikanya. Ada apa ini? ujarku perlahan dalam hati. Aku sendiri merasa bahwa mungkin malam itu Kak Arfan kecapekan sama sepertiku sehingga dia tidak mendatangiku dan menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Tapi apa peduliku dengan itu semua, toh akupun tidak menginginkannya, gumamku dalam hati.

Hari-hari terus berlalu. Kami pun mejalani aktifitas kami masing-masing, Kak
Arfan bekerja mencari rezeki dengan pekerjaannya. Sedangkan aku di rumah berusaha semaksimal mungkin untuk memahami bahwa aku telah bersuami dan memiliki kewajiban melayani suamiku. Yah minimal menyediakan makanannya, meskipun kenangan-kenangan bersama Boby belum hilang dari benakku, aku bahkan masih merindukannya.

Semula kufikir bahwa prilaku Kak Arfan yang tidak pernah menyentuhku dan menunaikan kewajibannya sebagai suami itu hanya terjadi malam pernikahan kami. Tapi ternyata yang terjadi hampir setiap malam sejak malam pengantin itu, Kak Arfan selalu tidur beralaskan permadani di bawah ranjang atau tidur di atas sofa dalam kamar kami. Dia tidak pernah menyentuhku walau hanya menjabat tanganku. Jujur segala kebutuhanku selalu dipenuhinya. Secara lahir dia selalu mafkahiku, bahkan nafkah lahir yang dia berikan lebih dari apa yang aku butuhan. Tapi soal biologis, Kak Arfan tak pernah sama sekali mengungkit- ungukitnya atau menuntutnya dariku. Bahkan yang tidak pernah kufahami, pernah secara tidak sengaja kami bertabrakan di depan pintu kamar, Kak Arfan meminta maaf seolah merasa bersalah karena telah menyetuhku.

Ada apa dengan Kak Arfan? Apakah dia lelaki normal? kenapa dia begitu dingin padaku? apakah aku kurang di matanya? atau? pendengar, jujur merasakan semua itu, membuat banyak pertanyaan berkecamuk dalam benakku. Ada apa dengan suamiku? bukankah dia adalah pria yang beragama dan tahu bahwa menafkahi istri itu secara lahir dan batin adalah kewajibannya? ada apa dengannya? padahal setiap hari dia mengisi acara-acara keagamaan di mesjid. Dia begitu santun pada orang-orang dan begitu patuh kepada kedua orangtuanya. Bahkan terhadap aku pun hampir semua kewajibannya telah dia tunaikan dengan hikmah, tidak pernah sekali pun dia bersikap kasar dan berkata-kata keras padaku. Bahkan Kak Arfan terlalu lembut bagiku.

Tapi satu yang belum dia tunaikan yaitu nafkah batinku. Aku sendiri saat mendapat perlakuan darinya setiap hari yang begitu lembutnya mulai menumbuhkan rasa cintaku padanya dan membuatku perlahan-lahan melupakan masa laluku bersama Boby. Aku bahkan mulai merindukannya tatkala dia sedang tidak dirumah. Aku bahkan selalu berusaha menyenangkan hatinya dengan melakukan apa-apa yang dia anjurkannya lewat ceramah-ceramahnya pada wanita-wanita muslimah, yakni mulai memakai busana muslimah yang syar’i.

Memang dua hari setelah pernikahan kami, Kak Arfan memberiku hadiah yang diisi dalam karton besar. Semula aku mengira bahwa hadiah itu adalah alat-alat rumah tangga. Tapi setelah kubuka, ternyata isinya lima potong jubah panjang berwarna gelap, lima buah jilbab panjang sampai selutut juga berwana gelap, lima buah kaos kaki tebal panjang berwarnah hitam dan lima pasang manset berwarna gelap pula. Jujur saat membukanya aku sedikit tersinggung, sebab yang ada dalam bayanganku bahwa inilah konsekuensi menikah dengan seorang ustadz. Aku mengira bahwa dia akan memaksa aku untuk menggunakannya. Ternyata dugaanku salah sama sekali. Sebab hadiah itu tidak pernah disentuhnya atau ditanyakannya.

Kini aku mulai menggunakannya tanpa paksaan siapapun. Kukenakan busana itu agar diatahu bahwa aku mulai menganggapnya istimewa. Bahkan kebiasaannya sebelum tidur dalam mengajipun sudah mulai aku ikuti. Kadang ceramah-ceramahnya di mesjid sering aku ikuti dan aku praktekan di rumah.

Tapi satu yang belum bisa aku mengerti darinya. Entah mengapa hingga enam bulan pernikahan kami dia tidak pernah menyentuhku. Setiap masuk kamar pasti sebelum tidur, dia selalu mengawali dengan mengaji, lalu tidur di atas hamparan permadani dibawah ranjang hingga terjaga lagi di sepertiga malam, lalu melaksanakan sholat tahajud. Hingga suatu saat Kak Arfan jatuh sakit. Tubuhnya demam dan panasnya sangat tinggi. Aku sendiri bingung bagaimana cara menanganinya. Sebab Kak Arfan sendiri tidak pernah menyentuhku. Aku khawatir dia akan menolakku bila aku menawarkan jasa membantunya. Ya Allah..apa yang harus aku lakukan saat ini. Aku ingin sekali meringankan sakitnya, tapi apa yang harus saya lakukan ya Allah..

Malam itu aku tidur dalam kegelisahan. Aku tak bisa tidur mendengar hembusan nafasnya yang seolah sesak. Kudengar Kak Arfan pun sering mengigau kecil. Mungkin karena suhu panasnya yang tinggi sehingga ia selalu mengigau. Sementara malam begitu dingin, hujan sangat deras disetai angin yang bertiup kencang. Kasihan Kak Arfan, pasti dia sangat kedinginan saat ini. Perlahan aku bangun dari pembaringan dan menatapnya yang sedang tertidur pulas. Kupasangkan selimutnya yang sudah menjulur kekakinya. Ingin sekali aku merebahkan diriku di sampingnya atau sekedar mengompresnya. Tapi aku tak tahu bagaimana harus memulainya. Hingga akhirnya aku tak kuasa menahan keinginan hatiku untuk mendekatkan tanganku di dahinya untuk meraba suhu panas tubuhnya.

Tapi baru beberapa detik tanganku menyentuh kulit dahinya, Kak Arfan terbangun dan langsung duduk agak menjauh dariku sambil berujar ”Afwan dek, kau belum tidur? kenapa ada di bawah? nanti kau kedinginan? ayo naik lagi ke ranjangmu dan tidur lagi, nanti besok kau capek dan jatuh sakit?” pinta kak Arfan padaku. Hatiku miris saat mendengar semua itu. Dadaku sesak, mengapa Kak Arfan selalu dingin padaku. Apakah dia menganggap aku orang lain. Apakah di hatinya tak ada cinta sama sekali untukku. Tanpa kusadari air mataku menetes sambil menahan isak yang ingin sekali kulapkan dengan teriakan. Hingga akhirnya gemuruh di hatiku tak bisa kubendung juga.

Afwan kak, kenapa sikapmu selama ini padaku begitu dingin? kau bahkan tak
pernah mau menyentuhku walaupun hanya sekedar menjabat tanganku? bukankah aku ini istrimu? bukankah aku telah halal buatmu? lalu mengapa kau jadikan aku sebagai patung perhiasan kamarmu? apa artinya diriku bagimu kak? apa artinya aku bagimu kak? kalau kau tidak mencintaiku lantas mengapa kau menikahiku? mengapa kak? mengapa?
” Ujarku disela isak tangis yang tak bisa kutahan.

Tak ada reaksi apapun dari Kak Arfan menanggapi galaunya hatiku dalam tangis yang tersedu itu. Yang nampak adalah dia memperbaiki posisi duduknya dan melirik jam yang menempel di dinding kamar kami. Hingga akhirnya dia mendekatiku dan perlahan berujar padaku:

Dek, jangan kau pernah bertanya pada kakak tentang perasaan ini padamu. Karena sesungguhnya kakak begitu sangat mencintaimu. Tetapi tanyakanlah semua itu pada dirimu sendiri. Apakah saat ini telah ada cinta di hatimu untuk kakak? kakak tahu dan kakak yakin pasti suatu saat kau akan bertanya mengapa sikap kaka selama ini begitu dingin padamu. Sebelumnya kakak minta maaf bila semuanya baru kakk kabarkan padamu malam ini. Kau mau tanyakan apa maksud kakak sebenarnya dengan semua ini?” ujar Kak Arfan dengan agak sedikit gugup.

Iya tolong jelaskan pada saya Kak, mengapa kakak begitu tega melakukan ini pada saya? tolong jelaskan Kak?” Ujarku menimpali tuturnya kak Arfan.

Hhhhhmmm, Dek kau tahu apa itu pelacur? dan apa pekerjaan seorang pelacur? afwan dek dalam pemahaman kakak, seorang pelacur itu adalah seorang wanita penghibur yang kerjanya melayani para lelaki hidung belang untuk mendapatkan materi tanpa peduli apakah di hatinya ada cinta untuk lelaki itu atau tidak. Bahkan seorang pelacur terkadang harus meneteskan air mata mana kala dia harus melayani nafsu lelaki yang tidak dicintainya. Bahkan dia sendiri tidak merasakan kesenangan dari apa yang sedang terjadi saat itu. kakak tidak ingin hal itu terjadi padamu dek.

Kau istriku dek, betapa bejatnya kakak ketika kakak harus memaksamu melayani kakak dengan paksaan saat malam pertama pernikahan kita. Sedangkan di hatimu tak ada cinta sama sekali buat kaka. Alangkah berdosanya kakak, bila pada saat melampiaskan birahi kakak padamu malam itu, sementara yang ada dalam benakmu bukanlah kakak tetapi ada lelaki lain. Kau tahu dek, sehari sebelum pernikahan kita digelar, kakak sempat datang ke rumahmu untuk memenuhi undangan Bapakmu. Tapi begitu kakak berada di depan pintu pagar rumahmu, kaka melihat dengan mata kepala kakak sendiri kesedihanmu yang kau lampiaskan pada kekasihmu boby. Kau ungkapkan pada Boby bahwa kau tidak mencintai kakak. Kau ungkapkan pada Boby bahwa kau hanya akan mencintainya selamanya. Saat itu kakak merasa bahwa kakak telah mermpas kebahagiaanmu.

Kakak yakin bahwa kau menerima pinangan kakak itu karena terpaksa. Kakak juga mempelajari sikapmu saat di pelaminan. Begitu sedihnya hatimu saat bersanding di pelaminan bersama kakak. Lantas haruskah kakak egois dengan mengabaikan apa yang kau rasakan saat itu. Sementara tanpa memperdulikan perasaanmu, kakak menunaikan kewajiban kakak sebagai suamimu di malam pertama. Semenatara kau sendiri akan mematung dengan deraian air mata karena terpaksa melayani kakak?

Kau istriku dek, sekali lagi kau istriku. Kau tahu, kakak sangat mencintaimu. Kakak akan menunaikan semua itu manakala di hatimu telah ada cinta untuk kakak. Agar kau tidak merasa diperkosa hak-hakmu. Agar kau bisa menikmati apa yang kita lakukan bersama. Alhamdulillah apabila hari ini kau telah mencintai kaka. Kakak juga merasa bersyukur bila kau telah melupakan mantan kekasihmu itu. Beberapa hari ini kakak perhatikan kau juga telah menggunakan busana muslimah yang syar’i. Pinta kakak padamu dek, luruskan niatmu, kalau kemarin kau mengenakan busana itu untuk menyenangkan hati kakak semata. Maka sekarang luruskan niatmu, niatkan semua itu untuk Allah ta’ala selanjutnya untuk kakak.

Mendengar semua itu, aku memeluk suamiku. Aku merasa bahwa dia adalah lelaki terbaik yang pernah kujumpai selama hidupku. Aku bahkan telah melupakan Boby. Aku merasa bahwa malam itu, aku adalah wanita yang paling bahagia di dunia. Sebab meskipun dalam keadaan sakit, untuk pertama kalinya Kak Arfan mendatangiku sebagai seorang suami. Hari-hari kami lalui dengan bahagia. Kak arfan begitu sangat kharismatik. Terkadang dia seperti seorang kakak buatku dan terkadang seperti orang tua. Darinya aku banyak belajar banyak hal. Perlahan aku mulai meluruskan niatku dengan menggunakan busana yang syar’i, semata-mata karena Allah dan untuk menyenangkan hati suamiku.

Sebulan setelah malam itu, dalam rahimku telah tumbuh benih-benih cinta kami berdua. Alhamdulillah, aku sangat bahagia bersuamikan dia. Darinya aku belajar banyak tentang agama. Hari demi hari kami lalui dengan kebahagiaan. Ternyata dia mencintaiku lebih dari apa yang aku bayangkan. Dulu aku hampir saja melakukan tindakan bodoh dengan menolak pinangannya. Aku fikir kebahagiaan itu akan berlangsung lama diantara kami, setelah lahir Abdurrahman, hasil cinta kami berdua

Di akhir tahun 2008,  Kak Arfan mengalami kecelakaan dan usianya tidak panjang. Sebab Kak Arfan meninggal dunia sehari setelah kecelakaan tersebut. Aku sangat kehilangannya. Aku seperti kehilangan penopang hidupku. Aku kehilangan kekasihku. Aku kehilangan murobbiku, aku kehilangan suamiku. Tidak pernah terbayangkan olehku bahwa kebahagiaan bersamanya begitu singkat. Yang tidak pernah aku lupakan di akhir kehidupannya Kak Arfan, dia masih sempat menasehatkan sesuatu padaku:

Dek.. pertemuan dan perpisahan itu adalah fitrahnya kehidupan. Kalau ternyata kita berpisah besok atau lusa, kakak minta padamu Dek.., jaga Abdurrahman dengan baik. Jadikan dia sebagai mujahid yang senantiasa membela agama, senantiasa menjadi yang terbaik untuk ummat. Didik dia dengan baik Dek, jangan sia-siakan dia.

Satu permintaan kakak.., kalau suatu saat ada seorang pria yang datang melamarmu, maka pilihlah pria yang tidak hanya mencintaimu. Tetapi juga mau menerima kehadiran anak kita.

Maafkan kakak Dek.., bila selama bersamamu, ada kekurangan yang telah kakak perbuat untukmu. Senantiasalah berdoa.., kalau kita berpisah di dunia ini..Insya Allah kita akan berjumpa kembali di akhirat kelak . Kalau Allah mentakdirkan kakak yang pergi lebih dahulu meninggalkanmu, Insya Allah kakak akan senantiasa menantimu..

Demikianlah pesan terakhir Kak Arfan sebelum keesokan harinya Kak Arfan
meninggalkan dunia ini. Hatiku sangat sedih saat itu. Aku merasa sangat kehilangan. Tetapi aku berusaha mewujudkan harapan terakhirnya, mendidik dan menjaga Abdurrahman dengan baik. Selamat jalan Kak Arfan. Aku akan selalu mengenangmu dalam setiap doa-doaku, amiin. Wasallam”

NB : Kisah Nyata dari Akhwat di Gorontalo, Sulawesi Utara

Sumber: http://januarpambudi.blogspot.com/2012/08/kisah-akhwat-gorontalo.html via http://abul-harits.blogspot.com/2013/05/kenapa-kau-meninggalkanku-di-saat-ku.html dengan sedikit perubahan

buah dari keJUJURAN..

 suaistri

Kejujuran Seorang Yang Menemukan Barang Bukan Miliknya

 

Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi’ bin Muhammad al-Bazar berkata, “Ketika itu aku tinggal di samping kota Makkah- sebuah kota yang semoga selalu dalam penjagaan Allah subhanahu wata’ala-. Suatu hari aku sangat lapar, sementara aku tidak mendapatkan makanan yang dapat mengganjal rasa laparku.

Tanpa aku duga aku menemukan sebuah bungkusan berbalut kain sutra diikat kaos kaki dari kain sutra pula. Maka tanpa pikir panjang bungkusan itu aku pungut lalu aku bawa ke rumah dan kubuka. Ternyata berisi seuntai kalung mutiara yang seumur hidup aku belum pernah melihatnya.

Setelah itu, aku keluar rumah. Aku mendengar seorang kakek sedang mencari sebuah bungkusan yang hilang. Dia menjajikan hadiah sebesar 500 dinar. Kakek itu berkata, ‘Barangsiapa menemukan bungkusan berisi kalung mutiara, maka uang 500 dinar ini akan aku berikan sebagai imbalan kepada penemunya.’

Aku berkata pada diriku sendiri, ‘Aku sangat butuh, aku sangat lapar, aku bisa mengambil kalung ini dan memanfaatkannya.’ Tapi aku akan mengembalikannya.

Aku berkata pada kakek itu, ‘Marilah kita ke rumah.’ Akupun membawanya ke rumahku. Setibanya di rumah, sang kakek menyebutkan ciri-ciri bungkusan yang hilang, diikat kaos kaki, jenis mutiara, jumlah dan benang yang digunakan untuk mengikat mutiara tersebut.

Kemudian aku serahkan bungkusan tadi kepada kakek tersebut. Diapun memberikan kepadaku 500 dinar sebagai imbalan. Namun aku menolak, aku berkata, ‘Sudah menjadi kewajibanku untuk mengembalikan temuan ini kepada pemiliknya dengan tanpa mengambil upah.’

Sang kakek berkata, ‘Kamu harus menerima uang ini.’ Dia terus menerus memaksaku untuk mengambil upah tersebut. Aku tidak mau menerimanya lalu dia pergi meninggalkan aku.

Adapun cerita mengenai diriku selanjutnya bahwasanya aku lalu meninggalkan Makkah dengan menumpang sebuah perahu. Tanpa aku duga perahu tersebut oleng. Orang-orang pun bercerai-berai berikut seluruh hartanya. Namun aku selamat dari musibah ini berpegangan salah satu papan perahu tersebut.

Beberapa hari aku berada di tengah lautan tanpa arah. Tiba-tiba aku terdampar di sebuah pulau yang berpenduduk. Aku menuju masjid untuk membaca al-Qur’an. Di kampung itu tidak ada seorangpun yang bisa membaca al-Qur’an. Kemudian mereka mendatangiku untuk meminta mengajari mereka membaca al-Qur’an. Dari taklimku ini aku bisa mengumpulkan sejumlah uang.

Suatu hari, aku menemukan beberapa lembar al-Qur’an di dalam masjid. Lembaran itu aku pungut. Orang-orangpun bertanya, ‘Apakah kamu bisa menulis?’ Aku jawab, ‘Ya’. Kemudian mereka memintaku untuk mengajari tulis menulis termasuk pada anak-anak dan remaja mereka.

Sejak itu aku mengajari mereka, akupun bisa mengumpulkan sejumlah uang. Suatu hari masyarakat kampung ini berkata kepadaku, ‘Kami mempunyai seorang gadis yatim sangat kaya, bagaimana jika kamu menyuntingnya?’ Aku menolak tawaran mereka. Mereka tetap memaksaku untuk menikahi gadis tersebut. Akhirnya aku terima tawaran mereka.

Setelah diadakan walimah dan isteriku ada di hadapanku, aku mendapati kalung yang dulu pernah kulihat, melingkar di lehernya. Mataku tak berkedip melihat kalung tersebut.

Orang-orang yang melihatku mengajukan protes, ‘Wahai ustadz, engkau telah menghancurkan hati gadis yatim ini, sebab engkau hanya menatap kalungnya bukan wajahnya!.’

Lalu aku ceritakan kisah kalung tersebut, orang-orang pun meneriakkan tahlil dan takbir hingga terdengar oleh seluruh penduduk pulau tersebut.

Aku menanyakan kepada mereka, ‘Ada apa?’

Mereka menjawab, ‘Kakek yang mengambil kalung darimu itu adalah ayah gadis ini. Kala itu kakek tersebut berkata, ‘Seumur hidupku, aku tidak pernah bertemu dengan seorang pemuda muslim yang baik seperti dia!’ Sang kakek hanya mampu memanjatkan do’a, ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengan pemuda itu agar aku dapat menikahkannya dengan anak gadisku.’ Sekarang do’a itu telah dikabulkan Allah.

Selanjutnya, aku tinggal bersama isteriku beberapa tahun, aku dikaruniai dua anak laki-laki. Kemudian isteriku meninggal dunia dia mewariskan kalung tersebut untukku dan untuk kedua anakku. Tanpa aku duga, dua anak laki-lakiku pun meninggal dunia. Maka tinggalah aku sebatang kara dan menjadi pemilik kalung isteriku. Kemudian kalung tersebut aku jual dengan harga 100 ribu dinar. Hartaku yang bisa kalian lihat sekarang ini adalah sisa-sisa harta itu.”

(Dzail Thabaqatul Hanafiah, 1-196)

Dikutip dari buku “99 Kisah Orang Shalih” karya Muhammad bin Hamid Abdul Wahab. Penerbit Darul Haq, Jakarta. Cetakan VII, Dzulqa’dah 1432 H / Oktober 2011 M

Sepenggal Kisah Dari Cairo Sebuah Kota Indah Dipinggir Sungai Nil

11005238_1573296942927326_893578749_n

Sepenggal Kisah Dari Cairo Sebuah Kota Indah Dipinggir Sungai Nil

(Kisah Ibroh & Nasehat)

Seorang Syekh yang bijak dan lagi alim, berjalan-jalan santai bersama salah seorang di antara murid-muridnya di sebuah taman…

Di tengah-tengah asyik berjalan sambil bercerita, keduanya melihat sepasang sepatu yang sudah usang lagi lusuh. Mereka berdua yakin kalau itu adalah sepatu milik pekerja kebun yang bertugas di sana, yang sebentar lagi akan segera menyelesaikan pekerjaannya.

Sang murid melihat kepada syekhnya sambil berujar:

“Bagaimana kalau kita candai tukang kebun ini dengan menyembunyikan sepatunya, kemudian kita bersembunyi di belakang pohon-pohon? Nanti ketika dia datang untuk memakai sepatunya kembali, ia akan kehilangannya. Kita lihat bagaimana dia kaget dan cemas!”

Syekh yang alim dan bijak itu menjawab:

“Ananda, tidak pantas kita menghibur diri dengan mengorbankan orang miskin. Kamu kan seorang yang kaya, dan kamu bisa saja menambah kebahagiaan untuk dirinya. Sekarang kamu coba memasukkan beberapa lembar uang kertas ke dalam sepatunya, kemudian kamu saksikan bagaimana respon dari tukang kebun miskin itu”.

Sang murid sangat takjub dengan usulan gurunya. Dia langsung saja berjalan dan memasukkan beberapa lembar uang ke dalam sepatu tukang kebun itu. Setelah itu ia bersembunyi di balik semak-semak bersama gurunya sambil mengintip apa yang akan terjadi dengan tukang kebun.

Tidak beberapa lama datanglah pekerja miskin itu sambil mengibas-ngibaskan kotoran dari pakaiannya. Dia menuju tempat sepatunya ia tinggalkan sebelum bekerja. Ketika ia mulai memasukkan kakinya ke dalam sepatu, ia menjadi terperanjat, karena ada sesuatu di dalamnya. Saat ia keluarkan ternyata…….uang. Dia memeriksa sepatu yang satunya lagi, ternyata juga berisi uang. Dia memandangi uang itu berulang-ulang, seolah-olah ia tidak percaya dengan penglihatannya.

Setelah ia memutar pandangannya ke segala penjuru ia tidak melihat seorangpun. Selanjutnya ia memasukkan uang itu ke dalam sakunya, lalu ia berlutut sambil melihat ke langit dan menangis. Dia berteriak dengan suara tinggi, seolah-olah ia bicara kepada Allah ar rozzaq :

“Aku bersyukur kepada-Mu wahai Robbku. Wahai Yang Maha Tahu bahwa istriku lagi sakit dan anak-anakku lagi kelaparan.
Mereka belum mendapatkan makanan hari ini.
Engkau telah menyelamatkanku, anak-anak dan istriku dari celaka”.

Dia terus menangis dalam waktu cukup lama sambil memandangi langit sebagai ungkapan rasa syukurnya atas karunia dari Allah Yang Maha Pemurah. Sang murid sangat terharu dengan pemandangan yang ia lihat di balik persembunyiannya. Air matanya meleleh tanpa dapat ia bendung.

Ketika itu Syekh yang bijak tersebut memasukkan pelajaran kepada muridnya :

“Bukankah sekarang kamu merasakan kebahagiaan yang lebih, dari pada kamu melakukan usulan pertama dengan menyembunyikan sepatu tukang kebun miskin itu?”

Sang murid menjawab:

“Aku sudah mendapatkan pelajaran yang tidak akan mungkin aku lupakan seumur hidupku. Sekarang aku baru paham makna kalimat yang dulu belum aku pahami sepanjang hidupku:
“Ketika kamu memberi, kamu akan mendapatkan kebahagiaan yang lebih banyak dari pada kamu mengambil”.

Sang guru melanjutkan pelajarannya.

“Dan sekarang ketahuilah bahwa pemberian itu bermacam-macam :

• Memaafkan kesalahan orang di saat mampu melakukan balas dendam adalah suatu pemberian.

• Mendo’akan temanmu muslim di belakangnya (tanpa sepengatahuannya) itu adalah suatu pemberian.

• Berusaha berbaik sangka dan menghilangkan prasangka buruk darinya juga suatu pemberian.

• Menahan diri dari membicarakan aib saudaramu di belakangnya adalah pemberian lagi.

Ini semua adalah pemberian, supaya kesempatan memberi tidak dimonopoli oleh orang-orang kaya saja. jadikanlah semua ini pelajaran.

Sumber : Kajian Kisah dan Sejarah Islam via Status Nasehat

kisah inspiratif dari seOrang supir angkot

11205090_10205774879322686_2380140708285608371_n

Perjalanan pagi ini kembali menyenangkan
Maha Suci Allah yang selalu mempertemukanku dengan orang2 yang memberi hikmah…
Turun dari angkot Ciroyom-Bumi Asri kulanjutkan perjalanan dengan angkot Elang Gedebage dari bunderan Cibeureum.
Angkot masih kosong, aku langsung maping
Pengemudi tua, umurnya pasti lebih dari 70 tahun, tersenyum, dan langsung menjalankan kendaraannya…pelan, tidak tergesa… dengan pantofel hitam berkaus kaki…rapi…

Tiba di jalan Pasirkoja seorang anak kecil naik…
Dan tidak jauh kemudian angkot berhenti. Sesorang dari luar memberikan sebotol air minum kemasan. Angkot melaju lagi, bapak tua sopir tadi memasukan botol minuman tadi ke laci di dashboard…
“air ini enggak saya minum, Neng. Haram….kenapa haram? karena bukan dari hasil jual beli atas kesepakatan…tapi pemaksaan. Filosopi jual beli adalah si pembeli membutuhkan, dan penjual memiliki barang yang kita butuhkan. Ini, saya tidak butuh, karena saya bawa minum dari rumah…ini namanya jual paksa… tapi yaaa bapak mah ikhlas aja, karena rejeki bapa sudah diatur oleh Allah…tidak akan berkurang karena itu…”
Aku rada melongo….dan mengangguk2….

Jalan hampir melewati prempatan Kebon Kelapa, anak kecil tadi turun dan hanya memberikan mungkin 2 kepingan lima ratus rupiah…pak sopir langsung menerima dan tidak berupaya untuk menagih kekurangannya…
“dasar anak-anak, dimaklum ya pak…” kataku kepada pak sopir….
“anak itu enggak salah neng… namanya anak-anak tergantung bagaimana ajaran orangtuanya…gak apa-apa…kan rejeki bapak mah sudah diatur oleh Allah”….
hmmmmm speechless…ngangguk-ngangguk lagi…

“bapak umur berapa? koq masih nyopir angkot? enggak capek pak?”
jawabnya ” umur bapak 72, Neng”
terus bapak itu mengeluarkan dompet, dan memperlihatkan KTP dan Kartu Pensiunan…namanya Yusuf Supriyatna, kelahiran 1943, pensiunan TNI Angkatan Darat….”Alhamdulillaah, selalu dikasih sehat oleh Allah, namanya kerja ngeluarin tenaga pasti fisik mah capek, tapi sepanjang kita ikhlas insyaallah sehat terus…namanya ikhtiar kita harus sabar dan ikhlas…dan yang utamanya adalah harus yakin kepada Allah…kalo kita tidak yakin, percuma…pasti yang kita dapat hanya capek…dan jangan lupa ngado’a…”
Ngangguk2 lagi aja…
“kenapa harus berdo’a, karena Allah sudah menjanjikan…”ud’uni astajib lakum, Qur’an Surat Al Mukmin ayat 60…berdo’alah kamu kepada-Ku, niscaya akan Ku-kabulkan”….
sepertinya mukaku tadi sempat memerah malu….

“berbekal ayat itu kita harus yakin…tapi juga harus sabar, karena kita tidak pernah tau kapan Allah akan mengabulkan…bisa langsung saat itu juga, bisa ditunda beberapa saat dan ada juga yang ditunda sampai di akhirat nanti….kita tidak pernah tau, itu mah hak prerogatif Allah…kewajiban kita hanya ikhtiar, berdo’a, sabar dan ikhlas, dan jangan lupa bersyukur ketika sudah dikabulkan…”
hmmmm…

“jadi, ngaji itu jangan hanya sekedar membaca tulisan arab, atau membaca tafsirnya saja…tapi juga harus dicari hikmahnya, diyakini dalam hati dan diterapkan di kehidupan nyata…”

“bapak tidak pernah merasakan kesusahan hidup, Neng…kuncinya sholat lima waktu jangan ditinggalkan…dan kalau kita ada permintaan sama Allah, minta lah sehabis sholat, sehabis tahajjud, dan lakukan sholat hajat…moal henteu, pasti di ijabah oleh Allah…”

“ada waktu-waktu yang diistimewakan oleh Allah kapan berdo’a akan diijabah….ada juga tempat-tempat yang diistimewakan oleh Allah, ada bilangan2, ada bacaan-bacaan…itu betul Neng, contoh kecil aja, ubi Cilembu, hanya bisa ditanam dan dipanen sesuai hasilnya hanya yg ditanam di Cilembu, coba ditanam di tempat lain, tidak sama hasilnya…itu karena Allah memberikan keistimewaan kpd tanah di Cilembu….eta mah anging Alloh nu uninga, urang mah tinggal ngalakonan…..”

sambil ngobrol, beberapa penumpang turun naik, dan tidak sekalipun si bapak mengecek ongkosnya sesuai atau tidak…langsung dimasukkan ke kantong uang yang disimpan di bawah tempat duduknya…
tidak sekalipun juga bapak itu ngetem atau bahkan menyalip angkot di depannya…”rejeki bapak mah moal kamana, Neng, sudah ditetapkan oleh Allah, tidak akan bertambah kalau bapak ngebut dan nyalip-nyalip angkot lain juga… dan tidak akan berkurang kalaupun disalip orang lain….”
hmmmmm….

Seorang nenek turun di jl Srimahi dengan kondisi mobil agak mepet ke tepi sehingga tangan si penumpang hanya sedikit nyembul di kaca…dengan susah payah bapak sopir tua mengulurkan tangan kanannya menerima ongkos dari si nenek…
“nah…hal kecil seperti ini juga mempengaruhi keberkahan rejeki kita…Allah sudah memberikan rejeki ke bapak dari ongkos penumpang, bapak akan bersusah payah mengulurkan tangan kanan, sebab apa? Allah sudah ngasih rejeki masa kita terimanya pake tangan kiri, gimana mau berkah?…”
hmmmmm…..

“bapak putra sabaraha sareng dimarana?”..
“tilu neng, sadayana guru SMP, nu hiji di Cianjur, nu hiji di Banjaran, nu hiji di Soreang….semuanya sudah berkeluarga…anak soteh ketika mereka belum menikah…kitara na mah anak teh asuheun, atikeun, kawinkeuneun…sesudah mereka menikah mah mereka punya tanggung jawab sendiri sebagai suami, istri sekaligus sebagai orang tua baru…bapak sudah melepaskan tanggung jawab atas mereka, kenapa sebagai pensiunan masih mau nyari nafkah, padahal gaduh pangsiunan? karena pangsiunan mah sanes nafkah, itu mah hak bapak yang dulu disisihkan dan baru dibayarkan sesudah kita pensiun….bapak masih punya istri yang harus bapak nafkahi…jadi bapak masih ngangkot…tapi seminggu hanya dua kali, selebihnya bapak serahkan ke yang lain dengan syarat dia tidak meninggalkan sholat… dari setoran yang dia setor ku bapak dikembalikan lagi, tergantung banyaknya waktu sholat yg dia lewati…kalau tiga kali ya bapak kembalikan 30 ribu…kalau dia pake angkotnya full, bapak kembalikan lima puluh ribu…emutan bapa, kalau dia mau sholat pasti enggak narik penumpang dulu, anggap aja waktu yang terpakai sholat rata-rata membuat 3-4 orang penumpang teu katarik…jadi uang yg mungkin harusnya dia terima bapak kembalikan itung-itung sedekah, dengan begitu sopir tetep untung, sholatnya tetep jalan, dia betah pakai mobil kita, mobil kita dirawat….untungna ngalipet-lipet…”

“bapak yakin dia sholat?”

“kedah husnudzon, Neng… dan kedah yakin….alhamdulillaah, yang pake mobil bapak enggak ganti-ganti….masih orang yang sama, mobil bapak butut-butut oge alhamdulillah tara ngadat”

hmmmmm….

sejatinya, kalau aku masih jauh ke tempat tujuan….pastilah masih banyak obrolan yang sarat dengan nilai-nilai….sayangnya tempat ngelembur sudah di depan mata…
dan yup!!! Bismillaah…. kuniatkan sabar dan ikhlas dalam ikhtiar hari ini…
“saya turun di sini, pak…!!

begitu turun terselip do’a semoga pak Yusuf Supriyatna dan orang-orang yang gigih mencari nafkah selalu mendapat barokah-Nya… Aamiiiin

oleh Meirna Nurdini Thomas